Nama : R. Hudy Adinurwijaya
Npm : 25210478
Kelas-: 4EB23
ETIKA PROFESI HUKUM
Pengertian Etika
Etika atau dalam bahasa Inggris
disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan
bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik
dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
Secara etimologis etika berasal dari
bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara
kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang
menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks
ini lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup
yang baik itu. yakni hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai
apa yang menjadi tujuan hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya
berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih apa
yang apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup
manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia.
Perilaku menjadi obyek pembahasan
etika, karena dalam perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau
keputusan yang masuk dalam standar
penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan atau
kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain
Fungsi Etika
Di era modernisasi dengan segala
kecanggihan yang membawa perubahan dan pengaruh terhadap nilai-nilai moral,
adanya berbagai pandangan ideologi yang menawarkan untuk menjadi penuntun hidup
tentang bagaimana harus hidup dan tentunya kita hidup dalam masyarakat yang
semakin pluralistik, juga dalam bidang moral sehingga bingung harus mengikuti
moralitas yang mana, untuk itu sampailah pada suatu fungsi utama etika,
sebagaimana disebutkan Magnis Suseno (1991 : 15), yaitu untuk membantu kita
mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang
membingungkan.
Pengertian Profesi
Profesi dalam kamus besar bahasa
indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. jenis profesi yang dikenal
antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi
pendidikan (guru). menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah
a. suatu bidang yang terorganisir
dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang
b. suatu teknis intelektual;
c.
penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ;
d.
suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e.
beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f.
kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g. asosiasi dari anggota-anggota
profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang
tinggi antar anggota;
h.pengakuan
sebagai profesi;
i. perhatian yang profesional
terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j.
hubungan erat dengan profesi lain.
Etika Profesi
Etika profesi adalah bagian dari
etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban
dan tanggung jawab manusia sebagia anggota umat manusia (Magnis Suseno et.al.,
1991 : 9). untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut
moralitas yang tinggi dari pelakunya ( Magnis Suseno et.al., 1991 : 75). Tiga
ciri moralitas yang tinggi itu adalah :
1. Berani
berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
2. Sadar akan
kewajibannya, dan
3. Memiliki
idealisme yang tinggi.
Profesi Hukum
Profesi hukum adalah profesi yang
melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam suatu pemerintahan
suatu negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum dari aparatur hukum
negara Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pengemban profesi hukum harus bekerja
secara profesional dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian,
ketekunan. kritis, dan pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab
kepada diri sendiri dan sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Pengemban profesi hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya,
apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik, mereka harus rela
mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya
dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran
kode etik.
Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu
profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu
merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap
profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis
Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari
kepribadian profesional hukum.
1. Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka
profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik,
licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka,
berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara
cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini
berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok
kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras
2. Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum
antara lain :
a. tidak
menyalahgunakan wewenang;
b. tidak melakukan
perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. mendahulukan
kepentingan klien;
d. berani berinsiatif
dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan;
e. tidak mengisolasi
diri dari pergaulan sosial.
3. Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib
bertanggung jawab, artinya :
a. kesediaan melakukan
dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ;
b. bertindak secara
proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma
(prodeo);
c. kesediaan
memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
4. Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah
terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di
sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri.
mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak
terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan
nilai kesusilaan dan agama.
5. Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan
terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko
konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala
bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala
bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
Etika Profesi Hukum
Dari hasil uraian diatas dapat kita
rumuskan tentang pengertian etika profesi hukum sebagai berikut : Ilmu tentang
kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang patut dikerjakan
seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari hukum yang berlaku
dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi masyarakat Indonesi
dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi hukum yaitu :
Polisi, Jaksa, Penasihat hukum(advokad, pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.
Seluruh sektor kehidupan, aktivitas,
pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup mikro maupun makro harus selalu
berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah, pertama, dengan
dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro maupun makro
diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai
dengan panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan
bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan,
kejujuran, keterbukaan dan keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan)
hidup manusia, kelima, dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan
abus competition dan terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar
tetap berpegang teguh pada norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat
sehingga tatanan kehidupan dapat berlangsung dengan baik.
Urgensi atau pentingnya ber'etika
sejak jaman Aristoteles menjadi pembahasan utama dengan tulisannya yang
berjudul " Ethika Nicomachela". Aristoteles berpendapat bahwa tata
pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme
atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik,
yaitu memperhatikan orang lain. Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi
etika berkaitan dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan
berpegang pada etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari
keinginan untuk melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan.
Berlandaskan pada pengertian dan
urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu deskripsi umum, bahwa ada titik temu
antara etika dan dengan hukum. Keduanya memiliki kesamaan substansial dan
orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan manusia. Dalam hal ini etika
menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik buruknya perilaku manusia.
Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak bilamana ada ketentuan
secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan dengan pesan-pesan
etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar etika bilamana sebelumnya
dalam kaidah-kaidah etika memeng menyebutkan demikian. Sementara keterkaitannya
dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika kedua-duanya
mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai manusia, yaitu ada
aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang
melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan
melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa titik temu
antara etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang mengatur
tentang perilaku-perilaku manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu
mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan etika yang
menentukannya. ada keharusan, perintah dan larangan, serta sanksi-sanksi.
Dampak Penegakan Dan Pelanggaran Etika.
Penyair Syauqi Beg Menyebutkan
"sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai ahklak (moral)
yang mulia, maka apabila ahklak mulianya telah hilang. maka hancurlah bangsa
itu". Manusia memang sering kali bersikap dan berperilaku yang berlawanan
dengan norma yang sudah dipelajari dan dipahaminya. Norma moral memang sudah banyak dipahami oleh
kalangan komunitas terdidik (aparatur negara) ini, tetapi mereka masih juga melihat
pertimbangan kepentingan lain yang perlu, dan bahkan harus didahulukan dengan
cara mengalahkan berlakunya norma moral (akhlak). contoh-contoh kasus yang
merupakan dampak dari pelanggaran etika banyak di jumpai masyarakat atau dalam
perjalanan kehidupan bangsa ini. perilaku orang kecil (kalangan miskin) yang
melanggar norma moral sangat berbeda akibatnya jika dibandingkan dengan
perilaku pejabat atau aparatur negara. Kalau pejabat atau aparatur negara yang
melakukan penyimpangan moral, maka dampaknya bukan hanya sangat terasa bagi
keberlanjutan hidup bermasyarakat dan bernegara, tetapi juaga terhadap citra
institusi yang menjadi pengemban tegaknya moral. Masyarakat tanpa akhlak mulia
sama seperti masyarakat rimba dimana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan
menindas yang lemah, bukan dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri.
manusia yang mengabaikan etika kehidupan itulah yang membuat bumi ini sakit
parah, menjadi korban keteraniayaan, atau mengalami kerusakan berat. kerusakan
ini tidak lagi membuat bumi menjadi damai, bahkan sebaliknya menuntut tumbal
yang mengerikan yang barangkali tidak terbayangkan dalam pikiran manusia.
Banyaknya kasus yang terjadi dan akibat yang ditimbulkan lua biasa, maka ini
menunjukan bahwa dampak dari pelanggaran etika atau penyimapangan moral
tidaklah main-main. pelanggaran moral telah terbukti mengakibatkan problem
serius di hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia.
Kondisi masyarakat tampak demikian tidak berdaya, menjauh dari hak kesejahteraan,
hak keadilan, hak pendidikan yang berkualitas, hak jaminan kesehatan dan
keselamatan, adalah akibat pelanggaran moral yang sangat kuat.
Eksistensi Etika Profesi Hukum
Pameo "ubi societas ibi
ius" (dimana ada masyarakat, disana ada hukum) sebenarnya mengungkapkan
bahwa hukum adalah suatu gejala sosial yang bersifat universal. Dalam setiap
masyarakat, mulai dari yang paling modern sampai pada masyarakat yang primitif,
terdapat gejala sosial yang disebut hukum, apapun namanya. Bentuk dan wujudnya berbeda-beda,
tergantung pada tingkat kemajemukan dan peradapan masyarakat yang bersangkutan.
Istilah-istilah yang bermunculan di masyarakat pun tidak berbeda dengan apa
dengan apa yang dialami dengan istilah hukum, yakni seiring dengan perkembangan
(dinamika) yang terjadi dalam realitas kehidupan masyarakat. Di tengah
masyarakat terdapat pelaku-pelaku sosial, politik, budaya, agama, ekonomi, dan
lainnya, yang bisa saja melahirkan istilah-istilah atau makna varian sejalan
dengan tarik menarik kepentingan. Perkembangan istilah-istilah yang
diadaptasikan dengan dinamika sosial budaya masyarakat kerapkali menyulitkan
kalangan ahli-ahli bahasa, terutama bila dikaitkan dengan penggunaan bahasa
yang dilakukan di lingkungan jurnalistik media cetak. Perkembangan pers yang
mengikuti target-target globalisasi informasi, industrialisasi atau bisnis
media, dan transformasi kultural, politik dan ekonomi yang berlangsung cepat
telah memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap pertumbuhan dan pergeseran
serta pengembangan makna, istilah, atau kosakata. Misalnya kata profesi cukup
gampang diangkat dan dipakai oleh bermacam-macam pekerjaan, perbuatan, perilaku
dan pengambilan keputusan. Kata profesi mudah digunakan sebagai pembenaran
terhadap aktifitas tertentu yang dilakukan seseorang atau sekumpulan orang.
Kata pekerjaan itu sebagai hak (right) secara yuridis juga
dapat ditemukan dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagai
berikut :
1. Setiap orang
berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan
yang layak.
2. Setiap orang berhak
dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas
syarat-syarat ketenagakerjaan.
3. Setiap orang, baik
pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau
serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
4. Setiap orang,
baik pria maupun wanita, dalam melakukan kerja yang sepandan dengan martabat
kemanusiaan berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat
menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Thomas Aquinas
menyatakan, bahwa setiap wujud kerja mempunyai empat tujuan sebagaimana berikut
:
1. Dengan bekerja,
orang dapat memenuhi apa yang yang menjadi kebutuhan hidup sehari-harinya.
2. Dengan adanya
lapangan pekerjaan, maka pengangguran dapat dihapuskan/dicegah. Hal ini juga
berarti, dengan tidak adanya pengangguran, maka kemungkinan timbulnya kejahatan
(pelanggaran hukum) dapat dihindari pula.
3. Dengan surplus
hasil kerjanya, manusia juga dapat berbuat amal bagi sesamanya.
4. Dengan kerja, orang
dapat mengontrol atau mengendalikan gaya hidupnya.
Menurut Liliana Tedjosaputro, suatu lapangan kerja itu dapat
dikategorikan sebagai profesi diperlukan :
Ciri-ciri khas profesi dalam international encyclopedia of
education adalah sebagai berikut :
1. Suatu bidang yang
terorganisasi dari teori intelektual yang terus menerus berkembang dan
diperluas;
2. Suatu teknik
intelektual;
3. Penerapan praktis
dan teknik intelektual pada urusan praktis;
4. Suatu periode
panjang untuk pelatihan dan sertifikatisasi;
5. Beberapa standar
dan pernyataan tentang etika profesi yang dapat diselenggarakan;
6. Kemampuan memberi
kepemimpinan pada profesi sendiri;
7. Asosiasi dari
anggota-anggota profesi menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas
komunikasi yang tinggi antar anggota;
8. Pengakuan sebagai
profesi;
9. Perhatian yang
profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
10. Hubungan yang erat
dengan profesi lain.
Profesi
hukum memiliki tempat yang istimewa ditengah masyarakat, apalagi jika dikaitkan
dengan eksistensi konstitusional kenegaraan yang telah mendeklarasikan diri
sebagai negara hukum (rechstaat). Profesi hukum
pun berangkat dari suatu proses, yang kemudian melahirkan pelaku hukum
yang andal. Penguasaan terhadap perundang-undangan, hukum yang sedang berlaku
dan diikuti dengan aspek aplikatifnya menjadi substansi profesi hukum. Tanggung
jawab seorang yang profesional, menurut Wawan Setiawan, paling tidak harus
bertanggung jawab kepada :
1.
Klien dan masyarakat yang dilayaninya;
2.
Sesama profesi dan kelompok profesinya;
3.
Pemerintah dan negaranya.
Fungsi Kode Etik Profesi Hukum
Terjadinya pelanggaran nilai moral
dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan
dibandingkan dengan kebutuhan psikis yang seharusnya berbanding sama. Usaha
penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk
apa manusia itu hidup. hakikat manusia adalah mahkluk yang menyadari bahwa yang
benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi
dan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Etika sangat
diperlukan karena beberapa pertimbangan (alasan) berikut :
1. kita hidup dalam masyarakat yang
semakin pluralistik, juga dalam bidang moral, sehingga kita bingung harus
mengikuti moralitas yang mana.
2. Modernisasi membawa perubahan
besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang
pandangan-pandangan moral tradisional.
3. Adanya pelbagai ideologi yang
menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang masing-masing dengan alasannya
sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus hidup.
4. Etika juga diperlukan oleh kaum
beragama yang di satu pihak diperlukan untuk menemukan dasar kemantapan dalam
iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau berpastisipasi tanpa takut-takut dan
dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang
berubah itu.
Ada dimensi fungsional mengapa etika itu perlu dituangkan
dalam kode etik profesi :
1.
Menjelaskan atau menetapkan tanggung jawab kepada klien, institusi dan
masyarakat. ada sasaran konvergensi tanggung jawab yang dituju, yakni bagaimana
hak-hak istimewa klien, kelembagaan dan masyarakat dapat ditentukan dan
diperjuangkan. pengemban profesi mendapatkan kejelasan informasi dan "buku
pedoman" mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara klien,
lembaga dan masyarakat pun secara terbuka mengetahui hak-haknya.
2.
Membantu tenaga ahli dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat jika
menghadapi problem dalam pekerjaannya. Problem yang dihadapi seperti munculnya
kasus-kasus hukum baru yang penanganannya membutuhkan kehadiran ahli atau
diluar kemampuan spesifikasi adalah membutuhkan pedoman yang jelas untuk
menghindari terjadinya kesalahan dan kekeliruan, sehingga kalau sampai terjadi
seorang ahli itu misalnya tidak mampu menyelesaikan problem yang dihadapinya
tidaklah lantas dipersalahkan begitu saja.
3.
Diorientasikan untuk mendukung profesi secara bermoral dan melawan perilaku
melanggar hukum dan indispliner dari anggota-anggota tertentu. Pengemban
profesi (hukum) mendapatkan pijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengamati
perilaku sesama pengemban profesi yang
dinilai melanggar hukum. Dengan keberadaan kode etik, akan lebih muda
ditentukan bentuk, arah dan kemanfaatan penyelenggaraan profesi hukum.
4.
Sebagai rujukan untuk menjaga prestasi dan reputasi, baik secara individu
maupun kelembagaan.
Ada beberapa fungsi kode etik :
1. Kode etik sebagai sarana kontrol
sosial. Kode etik memberikan semacam kriteria bagi para calon anggota kelompok
profesi dan membantu mempertahankan pandangan para anggota lama terhadap
prinsip profesional yang telah digariskan.
2. Kode-kode etik profesi mencegah
pengawasan atau campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh
masyarakat melalui agen atau pelaksanannya.
3. kode etik adalah untuk
pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi. Kode etik ini dasarnya adalah
suatu perilaku yang sudah dianggap benar serta berdasarkan metode prosedur yang
benar pula.
Kode etik profesi dapat dijadikan
pedoman untuk memberdayakan, kemahiran, spesifikasi atau keahlian yang sudah
dikuasai oleh pengemban profesi. Dengan kode etik, pengemban profesi dituntut
meningkatkan karier atau prestasi-prestasinya. Kalau itu merupakan kode etik
profesi hukum, maka pengemban profesi hukum dituntut menyelaraskan
tugas-tugasnya secara benar dan bermoral. Kode etik menjadi terasa lebih
penting lagi kehadirannya ketika tantangan yang menghadang profesi hukum makin
berat dan kompleks, khususnya ketika berhadapan dengan tantangan yang bersumber
dari komunitas elit kekuasaan. sikap elit kekuasaan terkadang bukan hanya tidak
menghiraukan norma moral dan yuridis, tetapi juga mempermainkannya.
Profesi Hukum dan Manajemen Hukum
" Manajemen hukum punya hubungan yang istimewa dengan
profesi hukum. Dengan manajemen yang baik, citra profesi hukum akan jadi lebih
baik. Sebaliknya, dengan manajemen yang buruk, citra profesi hukum akan menjadi
buruk. Manajemen menjadi ukuran kinerja pengemban profesi hukum".
Profesi adalah sebuah sebutan atau
jabatan dimana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan khusus yang
diperolehnya melalui training atau pengalaman lain, atau bahkan diperoleh
melalui keduanya, sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau memberi
nasehat/saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri. Pelayanan
ini sudah masuk dalam kategori manajemen yang bertalian dengan kepentingan
masyarakat, publik atau klien.
Perlu diketahui lebih dulu, bahwa ada beberapa ciri khusus
yang terdapat dalam pandangan umum tentang profesi, yaitu :
a. Persiapan atau training khusus.
Sebuah persiapan adalah tindakan yang di dalamnya termuat pengetahuan yang
tepat mengenai fakta fundamental dimana langkah-langkah profesional mendasarkan
diri, demikian juga dengan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut
dengan cara yang praktis.
b. Merujuk pada keanggotaan yang
permanen, tegas dan berbeda dari keanggotaan yang lain. kebanyakan negara dan
masyarakat profesi atau kegiatan profesionalnya, maka setiap orang dituntut
memiliki sertifikat, ijij usaha ataupun ijin praktik.
c. Aseptibilitas sebagai motif
pelayanan. Aseptibilitas atau kesediaan menerima, sebagai kebalikan motif
menciptakan uang, adalah ciri khas dari semua profesi pada umumnya. Cita-cita
sebuah profesi adalah pelayanan umum dan bukan pertama-tama menciptakan uang.
Masalah-Masalah Profesi Hukum
Dalam pembahasan profesi hukum, Sumaryono (1995) menyebutkan
lima masalah yang dihadapi sebagai kendala yang cukup serius, yaitu :
(a) Kualitas
pengetahuan profesional hukum;
(b) Terjadi
penyalahgunaan profesi hukum;
(c) Kecenderungan
profesi hukum menjadi kegiatan bisnis;
(d) Penurunan
kesadaran dan kepedulian sosial;
(e) Kontinuasi sistem
yang sudah usang.
1. Kualitas Pengetahuan Profesional
Hukum
Setiap profesional hukum harus
memiliki pengetahuan bidang hukum sebagai penentu bobot kualitas pelayanan
hukum secara profesional. Hal ini sudah menjadi tujuan pendidikan tinggi bidang
hukum. Menurut ketentuan pasal 1 Keputusan Mendikbud No. 17/Kep/O/1992 tentang
Kurikulum Nasional Bidang Hukum, program pendidikan sarjana bidang hukum
bertujuan untuk menghsilkan sarjana hukum yang :
(1) Menguasai hukum
Indonesia;
(2) Mampu menganalisa
hukum dalam masyarakat;
(3) mampu menggunakan
hukm sebagai sarana untuk memecahkan masalah konkret dengan bijaksana dan tetap
berdasarkan prinsip-prinsip hukum;
(4) Menguasai dasar
ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum;
(5) Mengenal dan peka
akan masalah keadilan dan maslah sosial;
Tujuan tersebut dapat dicapai tidak
hanya melalui program pendidikan tinggi hukum, melainkan juga berdasarkan
pengalaman setelah sarjana hukum bekerja menurut masing-masing profesi bidang
hukum dalam masyarakat.
Hukum adalah norma yang mengatur
segala aspek kehidupan masyarakat. Tugas utama profesional hukm adalah
mengartikan undang-undang secara cermat dan tepat. Di samping itu, profesional
hukum juga harus mampu membentuk undang-undang baru sesuai dengan semangat dan
rumusan tata hukum yang telah berlaku. Keahlian yang diperlukan adalah
kemampuan teoritis dan teknis yang berakar pada pengetahuan yang mendalam
tentang makna hukum, dan membuktikan kemampuan diri menanamkan perasaan hukum
dalam masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa.
Profesional hukum yang bertugas di
bidang perundang-undangan berusaha agar undang-undang yang dibuat itu tepat dan
berguna. Pada kesempatan ini prinsip-prinsip etika (ketaatan moral)digunakan
sebagai ukuran hukum yang baik. Apabila pembentuk undang-undang tidak dibekali
dengan ketaatan moral, maka undang-undang buatannya itu tidak lebih dari
nasihat atau petunjuk belaka, tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dapatkah
ketaatan moral itu dipaksakan dalam hukum? jawabannya diketahui dari rumusan
hukum positif.
1. Alasan Mengabaikan Kode Etik Profesi.
Menggejalanya perbuatan profesional yang mengabaikan kode
etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar , baik sebagai
individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi
profesi, disamping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang
tidak sebanding dengan jasa yang diberikan. Atas dasar faktor-faktor tersebut,
maka dapat diinventarisasi alasan-alasan mendasar mengapa profesional cenderung
mengabaikan dan bahkan melanggar kode etik profesi.
(a) Pengaruh Sifat Kekeluargaan
Salah satu ciri kekeluargaan itu
memberi perlakuan dan penghargaan yang sama terhadap anggota keluarga dan ini
dipandang adil. Perlakuan terhadap orang bukan keluarga lain lagi. hal ini
berpengaruh terhadap perilaku profesional hukum yang terikat pada kode etik
profesi, yang seharusnya memberi perlakuan sama terhadap klien.
Contoh, Amat keluarga notaris minta
dibuatkan akta hibah, notaris membebaskannya dari biaya pembuatan akta dengan
alasan tidak enak menarik biaya dari keluarga sendiri. Kemudian datang Bondan,
juga minta dibuatkan akta dengan membayar biaya yang telah ditentukan
jumlahnya. Amat dan Bondan keduanya adalah klien yang seharusnya mendapat perlakuan
sama menurut Kode Etik Notaris, tetapi nyatanya lain. Kode etik profesi
diabaikan oleh profesional.
Seharusnya masalah keluarga
dipisahkan dengan masalah profesi dan ini adalah adil. Dalam contoh kasus tadi,
notaris seharusnya menarik bayaran dari mereka berdua karena sama-sama klien.
Setelah pulang dari kantor, notaris tadi datang ke Amat keluarganya,
menghadiahkan uang bayaran akta yang telah diterimanya dari Ahmat. Ini masalah
keluarga bukan profesi. Dengan cara demikian, notaris tidak perlu mengabaikan
Kode Etik Notaris.
(b) Pengaruh Jabatan
Salah satu ciri jabatan adalah
bawahan menghormati dan taat pada atasan dan ini adalah ketentuan undang-undang
kepegawaian. Fungsi eksekutif terpisah dengan fungsi yudikatif. Seorang hakim
memegang dua fungsi sebagai pegawai negeri sipil dan sebagai hakim. menurut
Kode Etik Hakim, hakim memutus perkara dengan adil tanpa pengaruh atau tekanan
dari pihak manapun.
Perkara yang diperiksa oleh hakim
tadi ternyata ada hubungannya dengan seorang pejabat yang adalah atasannya
sendiri. Dalam kasus ini di satu pihak hakim cenderung hormat pada atasan dan
bersedia membela atasan sebab kalau tidak, mungkin hakim tadi akan dipersulit
naik pangkat atau akan dimutasikan. Di pihak lain, pejabat mempunyai pengaruh
terhadap bawahan dan karena itu mengirim ketebelece (nota) kepada hakim, tolong
selesaikan perkara tersebut dengan sebaik-baiknya (konotasinya bela atasanmu),
bukan seadil-adilnya. Seharusnya hakim berlaku adil dan tidak memihak, tetapi
nyatanya memihak atasannya. Sekali lagi, kode etik profesi diabaikan oleh
profesional.
Seharusnya masalah jabatan dipisahkan
dengan masalah profesi dan ini adalah adil. Hakim memeriksa perkara dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan Kode Etik hakim, dan sesuai pula dengan saran
katebelece atasannya (dengan sebaik-baiknya), sehingga putusannya pun
sebaik-baiknya (versi hakim seadil-adilnya) karena hakim bekerja secara
fungsional bukan
secara struktural. Dengan demikian,
hakim tidak mengabaikan atasannya dan tidak pula mengabaikan Kode Etik Hakim.
(c) Pengaruh Konsumerisme
Gencarnya perusahaan-perusahaan
mempromosikan produk mereka melalui iklan media massa akan cukup berpengaruh
terhadap peningkatan kebutuhan yang tidak sebanding dengan penghasilan yang
diterima oleh profesional. hal ini mendorong profesional berusaha memperoleh
penghasilan yang lebih besar melalui jalan pintas atau terobosan profesional,
yaitu dengan mencari imbalan jasa dari pihak yang dilayaninya.
Contoh, seorang dosen dengan gaji yang diterimanya cukup
untuk biaya hidup, tetapi karena kebutuhan hiburan mendorongnya untuk membeli
perabotan yang mewah. Untuk memperoleh uang dia menawarkan kolusi dengan
mahasiswa yang diujinya : kalau ingin dibantu, saya bersedia membantu supaya
lulus mendapat nilai A asalkan ada tanda terima kasihnya (maksudnya imbalan
uang berupa uang yang sudah ditentukan tarifnya) sambil menahan daftar nilai
dan kertas ujian mahasiswa. Ternyata dosen yang bersangkutan mengabaikan kode
etik akademiknya.
Seharusnya pemenuhan kebutuhan itu
dapat dipenuhi dengan melakukan kerja ekstra apa saja yang dapat menjadi sumber
penghasilan tambahan, baik berkenaan dengan profesi maupun diluar profesi,
misalnya menjadi dosen luar biasa, pemimpin disuatu PTS, konsultan hukum,
melaksanakan proyek penelitian atau pengabdian kepada masyarakat. Kerja keras
adalah kodrat manusia dan ini menjadi lambang martabat manusia. Semua hal ini
merupakan sumber penghasilan tanpa melanggar kode etik profesi.
(d) Karena Lemah Iman
Salah satu syarat menjadi profesional
itu adalah taqwa kepada TUHAN Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan-NYA. Ketaqwaan ini adalah dasar moral manusia. Jika manusia
mempertebal iman dengan taqwa, maka di dalam diri akan tertanam nilai moral
yang menjadi rem untuk berbuat buruk. Dengan taqwa manusia makin sadar bahwa
kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya keburukan akan dibalas dengan
keburukan. Sesungguhnya TUHAN itu Maha Adil. Dengan taqwa kepada TUHAN Yang
Maha Es,. profesional memiliki benteng moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan
tergiur dengan bermacam ragam bentuk materi disekitarnya. Dengan iman yang kuat
kebutuhan akan terpenuhi secara wajar dan itulah kebahagiaan sejatinya.
2. Upaya Untuk Mematuhi Kode Etik Profesi
Kode etik profesi adalah bagian dari
hukum positif, tetapi tidak memiliki upaya pemaksa yang keras seperti pada
hukum positif yang bertaraf undang-undang. Hal ini merupakan kelemahan kode
etik profesi bagi profesional yang lemah iman. Untuk mengatasi kelemahan ini,
maka upaya alternatif yang dapat ditempuh ialah melakukan upaya pemaksa yang
keras ke dalam kode etik profesi.
Alternatif tersebut dapat di tempuh
dengan dua cara, yaitu memasukan klausula penundukan pada hukum positif
undang-undang di dalam rumusan kode etik profesi, atau legalisasi kode etik
profesi melalui pengadilan negeri setempat. kedua upaya tersebut dapat kita
uraikan berikut ini .
(a) Klausula Penundukan Pada Undang-Undang
Setiap undang-undang mencantumkan
dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian
menjadi pertimbangan bagi warga , tidak ada jalan lain kecuali taat, jika
terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi
yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-undang
ini lalu diproyeksikan kepada rumusan kode etik profesi yang memberlakukan
sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.
(b) Legalisasi Kode Etik Profesi
Kode etik profesi adalah semacam
perjanjian bersama semua anggota bahwa mereka berjanji untuk mematuhi kode etik
yang telah dibuat bersama. Dalam rumusan kode etik tersebut dinyatakan, apabila
terjadi pelanggaran, kewajiban mana yang cukup diselesaikan oleh dewan
kehormatan, dan kewajiban mana yang harus diselesaikan oleh pengadilan. Untuk
memperoleh legalisasi, ketua profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan negeri setempat agar kode etik itu disahkan dengan akta
penetapan pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota
untuk mematuhi kode etik itu. Jadi kekuatan berlaku dan mengikat kode etik
mirip dengan akta perdamaian yang dibuat oleh hakim. Apabila ada yang melanggar
kode etik, maka dengan surat perintah, pengadilan memaksakan pemulihan itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar